Selain sagu Pinang merupakan hasil cocok tanam khas dari tanah Papua. Adalah salah satu tradisi yang masih melekat kental di masyarakat Papua hingga saat ini yaitu tradisi mengunyah Pinang.
Penduduk lokal asli dari keturunan Papua gemar mengunyah Pinang karena Pinang menguatkan gigi dan gusi. Masyarakat pendatangpun yang telah lama hidup merantau di tanah Papua ada juga yang gemar mengunyah Pinang karena manfaatnya. Tidak hanya itu, mereka menikmati buah Pinang karena sensasi tersendiri dari rasanya. Kombinasi manis keasaman seperti rasa pasta gigi inilah yang menjadi sensasi mengunyah pinang. Bahkan, beberapa masyarakat mengatakan bahwa tidak ada makanan atau bumbu lain yang rasanya menandingi buah Pinang.
Pinang sudah menjadi candu bagi mereka. Dimanapun kapanpun pinang selalu menemani setiap aktivitas. Jika tidak ada pinang bagi mereka seperti ada yang kurang dalam hidup ini. Faktanya, Pinang sama sekali tidak mengandung zat adiktif yang berbahaya.
Cara mereka mengunyah Pinang bisa dinikmati dengan menggunakan tepung kapur yang diolah dari cangkang kerang. Ini bertujuan untuk mengurangi rasa asam ataupun pahit dari getah pinang. Perpaduan ini membuat sensasi mengunyah buah Pinang semakin nikmat. Sebagai tambahan, batang sirih pun dipakai sebagai penetral getirnya getah pinang saat dikunyah.
Di Papua tradisi ini dilakukan sejak kecil dan diwariskan turun temurun dari generasi tua ke generasi yang lebih muda. Bahkan, tradisi ini sudah dikenalkan sejak umur tujuh tahun dan terus berlangsung hingga seseorang tua dan meninggal. Maka tidak heran, banyak kaum tua di atas 80 tahun yang giginya masih utuh dan tergolong sehat karena tradisi ini. Hingga kini, masyarakat yang mengunyah buah Pinang dapat kita temui baik di kota besar maupun desa-desa kecil.
Buah pinang beserta pelengkapnya banyak dijual di pinggir-pinggir jalan kota besar di Papua. Umumnya satu paket buah pinang, kapur dan batang sirih dijual seharga Rp 10.000 per plastik, biasanya berisi 10 hingga 15 buah, tergantung ukurannya. Namun, bagi masyarakat asli Papua, paket ini dapat habis sekali pakai. Rata-rata seorang pengunyah pinang dapat menghabiskan 5 hingga 10 paket sehari untuk menikmati tradisi yang belum dan tidak akan pernah hilang ini.